TUGAS
BAHASA INDONESIA
MEMBUAT
RINGKASAN
1.
Mencari
data jumlah bahasa di Indonesia
Menurut
laman liputan6.com , Badan Pengembangan
Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Kebudayaan menyatakan, berdasarkan data
terakhir, Indonesia memiliki 652 bahasa daerah.
"Data
ini terakhir diperbarui pada 2017 dan diperbarui setiap tahun pada
Oktober," kata Kepala Badan Pengembangan Pembinaan Bahasa Kementerian
Pendidikan Kebudayaan Prof Dadang Sunendar di Banda Aceh, Kamis (16/8/2018),
dilansir Antara.
Dadang
mengatakan, ratusan bahasa daerah tersebut didata sejak 1991. Jumlah bahasa
daerah tersebut diperkirakan akan terus bertambah, mengingat pendataan masih
berlangsung.
Ia
mengatakan, untuk menetapkan sebuah bahasa daerah ada indikatornya. Yakni,
bahasa tersebut harus digunakan lebih dari 80 persen individu dalam suatu
wilayah. Jika di bawah 80 persen, masuk dalam kategori dialek, bukan Bahasa.
Dari
jumlah bahasa daerah yang ada di Indonesia tersebut, kata dia, paling banyak
ada di Provinsi Papua, yakni sekitar 400-an bahasa. Bahasa daerah di Papua
terdata sangat banyak karena antara satu komunitas dengan komunitas lainnya
memiliki bahasa masing-masing, yang di antara mereka saling tidak memahami.
"Ini
seperti bahasa Aceh dan Gayo yang sangat berbeda, sementara di Aceh terdapat
sekitar tujuh bahasa daerah. Begitulah bahasa di Papua. Dan sebagai bahasa
pemersatu dari banyaknya bahasa ini adalah bahasa Indonesia," kata Dadang.
Ia
mengakui adanya perbedaan data jumlah bahasa daerah, sebab beberapa lembaga
nonpemerintah ikut juga mendata. Namun, data resminya adalah dari Kementerian
Pendidikan Kebudayaan.
"Yang
jelas ini data resmi. Jumlahnya terus bertambah. Kalau berkurang tidak mungkin.
Pendataan bahasa daerah akan berlangsung beberapa tahun ke depan,"
katanya.
Pendapat
saya, Bahasa daerah mungkin saja berkurang jika yang menggunakan sudah tidak
ada penuturnya. Sesuai yang dikatakan Bu Sulis kemarin.
2. Sejarah Perkembangan Bahasa di
Indonesia
Berkaitan
dengan pengertian yang telah dijelaskan pada bagian di atas tadi, sejarah
bahasa Indonesia tidak lepas dari penggunaan nama yang dimilikinya. Dengan kata
lain, penamaan “Bahasa Indonesia” itu sendiri bermula sejak adanya Sumpah Pemuda
yang terjadi pada tanggal 28 Oktober tahun 1928 lalu.
Hal
ini berkaitan dengan menghindari kesan dari imperialism bahasa apabila
masyarakat Indonesia masih saja menggunakan bahasa Melayu sebagai nama yang
dimilikinya. Karena itulah dalam proses tersebut terjadi beberapa perbedaan
yang ditimbulkan pada keberadaan dari bahasa Indonesia saat ini dengan jenis
bahasa melayu yang digunakan di kawasan Riau atau Semenanjung Malaya.
Hingga
saat ini Bahasa Indonesia sendiri dikenal sebagai kata-kata yang hidup dan
tentunya banyak menghasilkan beragam kata baru, baik itu berkaitan dengan
proses penciptaan atau bahkan melalui sistem penyerapan dari bahasa asing serta
bahasa daerah yang ada di sekitarnya.
Bahasa
Indonesia itu sendiri dituturkan serta dipahami oleh masyarakat Indonesia.
Meskipun tidak termasuk dalam bahasa ibu namun bahasa indonesia menjadi bahasa
yang memiliki jumlah penutur terbanyak. Bahkan sebagian besar dari warga negara
Indonesia sendiri menggunakan bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-harinya.
Sementara
itu, penutur bahasa Indonesia sering kali menggunakan versi kolokial atau
bahasa sehari-hari yang digunakannya. Hal ini seperti terlihat pada proses
mencampuradukkan antara dialek melayu dengan bahasa ibu yang dimilikinya.
Lebih
dari itu, bahasa Indonesia juga dikenal sebagai bahasa dengan tingkat
penggunaan yang luas. Hal ini terbukti dengan banyaknya bahasa tersebut yang
digunakan di berbagai media, atau bahkan lingkungan pendidikan, seperti halnya
sekolah hingga perguruan tinggi.
Dalam
bahasa Indonesia tata bahasa serta fonologi yang dimilikinya relatif lebih
mudah untuk dipahami, karena itulah dalam pemahaman aturan dasarnya pun lebih
gampang untuk diikuti dan digunakan dalam aktivitas komunikasi.
Perkembangan Bahasa Indonesia
Perkembangan
bahasa Indonesia terus berjalan termasuk pada masa reformasi. Hal ini ditandai
dengan munculnya bahasa pers atau bahkan bahasa media massa yang dapat anda
lihat melalui :
1.
Bentuk dari jumlah kata singkatan yang
meningkat dan terus bertambah
2.
Penggunaan dari istilah atau bahasa asing
yang juga terdapat dalam surat kabar dengan jumlah yang semakin banyak
Dalam
hal ini jelas pers memiliki jasa yang luar biasa pada proses perkembangan
bahasa Indonesia. Pasalnya melalui media tersebut lah masyarakat mulai
diperkenalkan dengan beragam istilah, kemudian ungkapan, penggunaan kata-kata
baru seperti halnya rekonsiliasi, hujat, konspirasi, kroni, provokator, arogan,
proaktif, KKN dan juga beragam istilah serta kata-kata lainnya yang sebelum itu
tidak atau bahkan jarang digunakan.
Sementara
itu, dalam perkembangan tersebut juga terlihat bagaimana kedudukan dari bahasa
Indonesia itu sendiri yang mana pada awalnya dikenal sebagai bahasa nasional
serta bahasa pemersatu.
3. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
1.Sebagai
lambang identitas atau pun jati diri bangsa
2.Sebagai
lambang kebanggaan dari bangsa Indonesia
3.Sebagai
alat pemersatu yang tentunya digunakan di berbagai kalangan dari masyarakat
Indonesia yang memiliki latar belakang dari etnis serta sosial budaya yang
berbeda, termasuk bermacam bahasa daerah yang turut berbeda pula.
4.Sebagai
alat komunikasi atau penghubung yang dapat menyatukan antar daerah serta antar
budaya yang ada di Indonesia.
Selain
itu, dikenal sebagai bahasa resmi tentunya bahasa Indonesia pun memiliki dasar
yuridis konstitusional, yang berada pada bab XV pasal 36 dari UUD 1945.
Memiliki kedudukan sebagai bahasa resmi, tentunya bahasa Indonesia tersebut pun
dalam perkembangannya memiliki fungsi yang leibh beragam seperti halnya :
Fungsi
Bahasa Indonesia Lainnya
1.Sebagai
bahasa resmi dari suatu negara
2.Sebagai
bahasa pengantar resmi yang tentunya wajib untuk digunakan dalam setiap lembaga
pendidikan yang ada di Indonesia.
3.Sebagai
bahasa resmi dalam hubungan tingkat nasional. Hal ini berkaitan dengan
kegunaannya yang penting dalam proses pelaksanaan perencanaan dari pembangunan
serta proses pemerintahan.
4.Sebagai
bahasa resmi yang tentunya digunakan dalam pemanfaatan dari ilmu serta
teknologi dan juga pengembangan kebudayaan.
4. Nama Ejaan yang pernah digunakan di
Indonesia
1. Ejaan van Ophuysen
Ejaan
van Ophuhysen atau yang juga dikenal dengan ejaan Balai Pustaka dipergunakan
sejak tahun 1901 hingga bulan Maret 1947. Disebut Ejaan van Ophuysen karena
ejaan itu merupakan hasil karya dari Ch. A. van Ophuysen yang dibantu oleh
Engku Nawawi. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu. Disebut dengan Ejaan
Balai Pustakan karena pada waktu itu Balai Pustaka merupakan suatu lembaga yang
terkait dan berperan aktif serta cukup berjasa dalam sejarah perkembangan
bahasa Indonesia.
Beberapa
hal yang cukup menonjol dalam ejaan van Ophusyen antara lain :
a.
Huruf y ditulis dengan j.
b.
Huruf u ditlus dengan oe
c.
Huruf k pada akhir kata atau suku kata ditulis dengan tanda koma di atas.
d.
Huruf j di tulis dengan dj.
e.
Huruf c ditulis dengan tj.
f.
Gabungan konsonan kh ditulis dengan ch.
2. Ejaan Republik
Republik merupakan hasil penyederhanaan dari
pada Ejaan van Ophuysen. Ejaan Republik mulai berlaku pada tanggal 19 Maret
1947. Pada waktu itu yang menjabat Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan Republik Indonesia adalah Mr. Suwandi, maka ejaan tersebut dikenal
pula atau dinamakan juga dengan Ejaan Suwandi. Ejaan Repulik ini merupakan
suatu usaha perwujudan dari Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di Surakarta,
Jawa Tengah, tahun 1938 dan yang menghasilkan suatu keputusan penyusunan kamus
istilah. Beberapa perbedaan yang tampak dalam Ejaan Republik dengan ejaan
Ophusyen dapat diperhatikan dalam uraian di bawah ini:
a.
Gabungan huruf oe dalam ejaan van Ophusyen digantikan dengan u dalam Ejaan
Republik.
b.
Bunyi hamzah (‘) dalam Ejaan van Ophusyen diganti dengan k dalam Ejaan
Republik.
c.
Kata ulang boleh ditandai dengan angka dua dalam Ejaan Republik.
d.
Huruf e taling dan e pepet dalam Ejaan Republik tidak dibedakan.
e.
Tanda trema (") dalam Ejaan van Ophusyen dihilangkan dalam Ejaan Republik.
3.
Ejaan Pembaharuan
Ejaan
pemabahruan merupakan suatu ejaan yang direncanakan untuk memperbaharui Ejaan
Republik. Penyusunan itu dilakukan oleh Panitia Pembaharuan Ejaan Bahasa
Indonesia. Konsep Ejaan Pembaharuan yang telah berhasil disusun itu dikenal
sebuah nama yang diambil dari dua nama tokoh yang pernah mengetuai kepanitiaan
ejaan itu. Yaitu Profesor Prijono dan E. Katoppo. Pada tahun 1957 panitia
dilanjutkan itu berhasil merumuskan patokan-patokan ejaan baru. Akan tetapi,
hasil kerja panitia itu tidak pernah diumumkan secara resmi sehingga ejaan itu
pun belum pernah diberlakukan. Salah satu hal yang menarik dalam konsep Ejaan
Pembaharuan ialah disederhanakannya huruf-huruf yang berupa gabungan konsonan
dengan huruf tunggal. Hal itu, antara lain tampak dalam contoh di bawah ini.
a.
Gabungan konsonan dj diubah menjadi j
b.
Gabungan konsonan tj diubah menjadi ts
c.
Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ
d.
Gabungan konsonan nj diubah menjadi ń
e.
Gabungan konsonan sj diubah menjadi š
Kecuali
itu, gabungan vokal ai, au, dan oi, atau yang lazim disebut diftong ditulis
berdasarkan pelafalannya yaitu menjadi ay, aw, dan oy.
4.
Ejaan Melindo
Ejaan
Melindo (Melayu- Indonesia), merupakan suatu hasil perumusan ejaan Melayu dan
Indonesia pada tahun 1959. Perumusan Ejaan Melindo ini diawali dengan
diselenggarakannya Kongres Bahasa Indonesia yang kedua pada tahun 1945, di
Medan, Sumatera Utara. Bentuk rumusan Ejaan Melindo adalah merupakan bentuk
penyempurnaan dari ejaan sebelumnya. Tetapi Ejaan Melindo ini belum sempat
dipergunakan, karena pada masa-masa itu terjadi konfrontasi antara negara kita
Republik Indonesia dengan pihak Malaysia. Hal yang berbeda ialah bahwa di dalam
Ejaan Melindo gabungan konsonan tj, seperti pada kata tjinta, diganti dengan c
menjadi cinta, juga gabungan konsonan nj seperti njonja, diganti dengan huruf
nc, yang sama sekali masih baru. Dalam Ejaan Pembaharuan kedua gabungan
konsonan itu diganti dengan ts dan ń.
5.
Ejaan Baru (Ejaan LBK)
Ejaan
baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh
panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia
Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil
merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu
bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan
no.062/67,tanggal 19 september 1967.
Perubahan
yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK, antara lain :
a.
Gabungan konsonan dj diubah menjadi j.
b.
Gabungan konsonan tj diubah menjadi j
c.
Gabungan konsonan nj diubah menjadi ny
d.
Gabungan konsonan sj diubah menjadi sy
e.
Gabungan konsonan ch diubah menjadi kh
6.
Ejaan Yang Disempurnakan
Pada
waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik
Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan
baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan
Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai
oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta
penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak
dipakai sejak bulan Maret 1947.
Beberapa
kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:
a.
Perubahan Huruf
Ejaan
Lama
b.
Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan
pemakaiannya, misalnya Khilaf,Fisik, valuta, Zakat
c.
Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap
digunakan, misalnya pada kata Furqan, dan xenon.
d.
Penulisan di- sebagai awalan dibedakan dengan di- yang merupakan kata depan.
e.
Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak
digunakan sebagai penanda perulangan, misalnya: Anak-anak, bukan anak2,
Bermain-main, bukan bermain2, Bersalam-salaman, bukan bersalam2an
7.
Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)
Ejaan Bahasa Indonesia (disingkat
EBI) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 2015 berdasarkan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun
2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia. Ejaan ini menggantikan Ejaan
yang Disempurnakan.[1]
Perbedaan Ejaan Bahasa Indonesia
dengan Ejaan yang Disempurnakan adalah:
1. Penambahan
huruf vokal diftong. Pada EYD, huruf diftong hanya tiga yaitu ai, au, oi,
sedangkan pada EBI, huruf diftong ditambah satu yaitu ei (misalnya pada kata
geiser dan survei).
2. Penggunaan
huruf tebal. Dalam EYD, fungsi huruf tebal ada tiga, yaitu menuliskan judul
buku, bab, dan semacamnya, mengkhususkan huruf, serta menulis lema atau sublema
dalam kamus. Dalam EBI, fungsi ketiga dihapus.
Komentar
Posting Komentar