Keadilan dan Pengarustamaan Gender
Keadilan berasal dari kata adil. Adil bukan berarti sama rata, namun adil adalah kondisi dimana
setiap orang bukan hanya mendapatkan perlakuan yang sama, tetapi mendapatkan
apa yang mereka butuhkan sesuai dengan kebutuhannya. Keadilan yang akan dibahas
ini mengarah pada keadilan gender yang dimana seharusnya semua orang, baik
laki-laki maupun perempuan menerima perlakuan yang setara dan tidak
mendiskriminasi satu sama lain berdasarkan identitas gender yang tidak bersifat
kodrati. (ciptaan Tuhan)
Pengarustamaan adalah proses
pembentukan ide, gagasan dan nilai yang mewakili sikap serta perilaku yang
diterima oleh suatu golongan atau masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan
Pengarustamaan Gender atau yang biasa disingkat PUG ialah bukan hanya tentang penyetaraan laki-laki dan perempuan,
tapi memfasilitasi semua kepentingan agar semua golongan mendapatkan kesetaraan
dan keadilan dalam kegiatannya tanpa adanya perbedaan dan kesenjangan sosial.
Istilah Gender diciptakan untuk
membedakan jenis kelamin secara biologis dan fisiologis. Jenis kelamin secara
biologis disebut sex yang mengacu pada perbedaan karakter antara laki-laki dan
perempuan berdasarkan alat reproduksi, hormon, kromosom. Artinya, secara
biologis tidak bisa dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada
laki-laki maupun perempuan. Walaupun kenyataannya sekarang banyak terjadi LGBT (lesbi, gay, trans gender/seksual). Contohnya
seorang perempuan mengalami menstruasi, mengandung, melahirkan dan menyusui.
Lain hal nya dengan laki-laki menghasilkan sperma, mencari nafkah. Sedangkan
tugas mengurus dan membesarkan anak adalah tugas bersama laki-laki dan
perempuan sebagai orang tua.
Sedangkan jenis kelamin secara fisiologis
disebut gender yang mengacu pada perbedaan soaial dalam ciri peran, status,
tanggung jawab, perilaku, aktivitas dan atribut yang dianggap tepat dengan
norma, adat istiadat yang berlaku, kepercayaan, dan kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat. Jadi, gender adalah perbedaan antara laki-laki dan
perempuan yang dibentuk, dibuat, dan dikontruksi masyarakat di berbagai sector
kehidupan manusia. Perbedaan gender sesungguhnya tidak menimbulkan masalah sepanjang
tidak melahirkan ketidakadilan gender.
Namun, faktanya
perbedaan gender dan peran gender-nya telah melahirkan berbagai ketidakadilan
baik bagi kaum laki-laki dan terutama
kaum perempuan. Ketidakadilan ini yang menyebabkan timbulnya Gerakan feminisme.
Gerakan feminisme adalah Gerakan social, politik serta advokasi untuk
tercapainya kesetaraan gender dalam lingkup sosial, politik dan ekonomi. Feminisme sejatinya adalah pemikiran,
kesadaran kritis tentang tindakan. Dinamakan Gerakan feminisme karena yang
menjadi korban adalah perempuan. Gerakan feminisme ini adalah jawaban atas
patriarki.
Ketidakadilan
gender ini timbul karena cara pandang sosial di masyarakat yang sebagian besar
masih faham patriarki. Patriarki adalah sistem dimana laki-laki mendominasi
perempuan dalam memegang peran-peranan penting dalam aspek ekonomi, sosial, dan
politik. Karena kenyatannya dalam sejarah, laki-lakilah yang selalu memegang
peranan penting, mulai dari kepemimpinan, otoritas moral, hingga hak
kepemilikan. Dalam masyarakat patriarki, laki laki berada pada paling atas,
pemimpin, pengambil keputusan. Sedangkan perempuan berada di bawah hanya
mengikuti apa yang telah diatur. Sebagai contoh, laki laki menjadi bos, pilot,
dokter, kepala keluarga , sedangkan perempuan hanya menjadi ibu rumah tangga
yang kerjanya mengurus anak, rumah, suami, sekretaris, pramugari dan suster. Dalam
sturuktur sosial masyarakat patriarki, perempuan sebagai kelompok yang selalu
berada dibawah kehendak laki-laki.
Ketidakadilan
gender umum terjadi yang menimbulkan feminisme contohnya dalam berpakaian, sedari
dulu hingga sekarang perempuan selalu disuruh berpakaian secara sopan dan
menutup aurat, karena katanya akan mengundang nafsu birahi laki-laki. Perempuan
tidak boleh selfie, karena katanya
jika fotonya diihat laki-laki, akan menjadi dosa jariyah untuk kita. Apalagi dengan pose duckface (bibir manyun seperti bebek), karena katanya pose ‘manyun’
itu kita mengajak pria bersetubuh.
Perempuan dianggap
tidak perlu bersekolah tinggi-tinggi, karena katanya akan mengintimidasi
laki-laki, membuat mereka insecure, tidak
berani untuk mendekati kita lalu kita menjadi perawan tua. Perempuan yang
berkarir disuruh untuk tinggal dirumah, mengurus anak, biar laki-laki saja yang
berkarir, yang jadi bos. Karena katanya “yang bertugas mencari nafkah itu
laki-laki”. Perempuan yang merias diri, padahal memang dia suka make-up, tetapi dianggap mencari
perhatian laki-laki. Bahkan saking patriarki-nya masyarakat kita, kita bisa
mewajarkan apabila laki-laki melakukan sexual
harassment, kita akan menganggap laki-laki seperti kucing. “ya wajar aja,
kucing kalo ngeliat ada ikan asin ya dicaplok lah?”. Laki-laki tidak pernah
disuruh untuk menurunkan pandangannya, menahan nafsu birahinya, untuk sekolah
tinggi, berkarir setinggi-tingginya. Bahkan makin tinggi jabatan si laki-laki,
makin diagung-agungkan. Laki-laki tidak pernah disuruh ramah, malah makin galak
si laki-laki, dia makin terlihat macho,
manly, keren.
Sexual Harrasment juga merupakan salah satu bentuk
ketidakadilan gender yang sering terjadi. Ketidakadilan gender jenis ini sering
terjadi dijalan dengan sebutan ‘Cat
calling’ atau bisa juga terjadi dalam sosial media, dapat berupa komentar
atau berupa pesan pribadi. Di Indonesia sendiri sangat banyak terjadi cat calling “senyum dong, neng!” ini merupakan
kalimat yang sejujurnya membuat perempuan risih dan ini termasuk kedalam bentuk
objektifikasi. Karena menyuruh
perempuan untuk tersenyum memberi kesan bahwa tugas perempuan hanyalah untuk
terlihat cantik dan memberi pleasure terhadap laki-laki, menghibur,
dan membuat mereka nyaman. Menyuruh perempuan untuk tersenyum menunjukan power dan control yang laki-laki punya terhadap perempuan, sampai mereka
merasa bisa menyuruh kita terlihat ramah. but
the reality is, men are actually not in tittle on woman body.
Contoh lain yang
lebih berat adalah ketika terjadi kekerasan seksual yang berujung ‘pemerkosaan’. Korban pemerkosaaan (victim) takut melapor pada pihak
berwajib, karena apa? Karena takut kemungkinan besar, korban pemerkosaan selalu
ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan membuat mereka terpojok dan
bersalah. Seperti “kamu pakai baju apa?” “kamu pasti mancing ya?”. Disini sangat terlihat bahwa masyarakat
menganggap bahwa libido dan seks laki-laki memang difitrahkan lebih besar dari
perempuan, dan sudah seharusnya perempuan untuk menutup dan menjaga diri.
Padahal sebelumnya sudah kita bahas bahwa peran gender bukan berasal dari
biologisnya, tetapi fisiologis.
Dan yang paling parah juga
memberatkan perempuan adalah di aspek lain di dunia kerja,. Perempuan, yang
tersenyum lebih banyak dan terlihat ramah dan lebih approachable memiliki kesempatan yang lebih tinggi untuk sukses.
Karena perempuan yang jarang tersenyum selalu dianggap terlalu galak, bossy, outspoken, terlalu ini , terlalu itu. Padahal jika kita aplikasikan
ke laki-laki, it doesn’t seem that we
have any problem with it.
Sebenarnya, ketidakadilan gender
memang memberatkan perempuan, namun laki laki juga menjadi korban. Adapun
bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender tersebut, meliputi:
1.
Marginalisasi (peminggrian) :
suatu proses penyisihan yang mengakibatkan kemiskinan bagi perempuan maupun
laki-laki.
2.
Subordinasasi (penomorduaan) :
tindakan masyarakat yang menrmpatkan perempuan pada derajat yang lebih rendah
dari laki-laki {patriarki}
3.
Stereotype dimaknai dengan pelabelan terhadap jenis
kealmin tertentu dengan citra yang buruk. Ini adalah bentuk ketidakadilan yang
dirasakan oleh laki-laki dan perempuan. Dalam masyarakat, kita dianggap hanya
memiliki satu pengertian akan feminitas, dan maskulinitas. Misalnya, kita
melihat perempuan suka melakukan pencak silat, kemudian akan banyak yang
mengatakan “kamu kan perempuan, harusnya lemah lembut. Ini salah.” Atau pada
laki-laki. Kita melihat biasanya laki-laki dengan gagah, berotot, assertive, namun saat melihat laki-laki
yang lebih suka fashion dan seni akan dinilai “loh kamu kok gitu sih, kaya
perempuan?.” Padahal ini semua hanyalah spectrum
.
4.
Abuse, violence, bullying adalah segala
bentuk ekerasan yang biasanya dialami perempuan secara fisik, seksual,
psikologis.
5.
Double Burden (beban ganda) adalah pembagian tugas dalam
rumah tangga yang memberatkan salah satu jenis kelamin tertentu.
Kebijakan yang
dapat dilakukan atas terjadinya ketidakadilan gender adalah
-
Responsif
Gender
-
Netral
-
Bias
gender ,dan
-
PUG
Saat ini,
Indonesia sedang gencar melakukan strategi pembagunan PUG. Mengapa disebut
strategi pembangunan? Karena PUG bukanlah suatu kegiatan apalagi program. PUG
diperlukan untuk memastikan semua golongan masyarakat mendapatkan keadilan dan
kesetaraan gender. selain itu, PUG juga diperlukan untuk memastikan bahwa semua
golongan masyarakat ikut terlibat dalam proses pembangunan sehingga diharapkan
hasil dari pembangunan dapat bermanfaat bagi semua.
PUG
tidak hanya membahas tentang antara laki-laki dan perempuan, tetapi tentang
semua lapisan masyarakat. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, ibu hamil, ibu
menyusi, lansia , perokok, penyandang difabel dan disabilitas.
Saat ini
Pemerintah sudah mulai menerapkan PUG di intansi publik maupun perusahaan
swasta, misalnya :
Ø
Blok-blok berwana
kuning
(yellow line) yang dibuat dengan
paving block bertekstur berguna untuk
memudahkan kaum difabel melintasi jalur pedestrian, khususnya penderita tuna
netra.
Ø
Jalanan yang
dibuat miring
saat baru memasuki kantor, ini berguna untuk pengguna kursi roda bagi
penyandang disablitas agar mudah untuk lewat.
Ø
Ruang bermain
anak, yang
dapat digunakan oleh anak dari tamu atau pegawai saat ingin ditinggal
sementara.
Ø
Ruang laktasi
untuk pegawai dan tamu. Ruang laktasi berguna untuk pegawai yang ingin
memberikan ASI ekslusif pada anaknya, ruangan ini digunakan untuk memerah ASI (pumping) dan memberikan pada
anaknya walaupun saat jam kerja.
Ruang laktasi yang memenuhi kriteria PUG, yaitu :
Ruang laktasi yang memenuhi kriteria PUG, yaitu :
§ Ruangan aman dan
nyaman. Ruangan harus memberikan rasa aman dan nyaman saat ibu sedang memerah
ASI, agar produktivitas ASI tetap optimal.
§ Ruangan tidak
sempit. Ukuran ruangan minimal 3m x 3m,.
§ Ruangan harus
sejuk, dengan sirkulasi yang baik. Misalnya udara gerah/ panas, minimal ruangan
harus menggunakan kipas angin/air
conditioner.
§ Ruangan harus
mengutamakan privasi.
§ Wastafel.
Digunakan untuk mencuci tangan dan mencuci botol ASI.
§ Lemari pendingin
untuk menyimpan ASI.
Ø
Mushola khusus yang dilengkapi
fasilitas untuk oenyandang disabilitas.
Ø
Tongkat yang bisa
dipinjam untuk yang membutuhkan.
Ø
Kursi roda yang
bisa dipinjam untuk yang membutuhkan.
Ø
Toilet. Baik toilet
perempuan dan toilet laki-laki dilengkapi dengan air bersih yang mengalir,
sabun cuci tangan, pengering tangan, serta tissue.
Dalam toilet perempuan dilengkapi pembalut untuk tamu atau pegawai yang
membutuhkan.
Ø
Toilet ramah
difabel. Sekarang sudah banyak toilet yang ramah
disabilitas. Toilet ini dilengkapi dengan tampilan rambu/symbol dengan sistem
cetak timbul “Penyandang Disabilitas” pada bagian luarnya, serta dilengkapi
dengan pegangan handrail yang
memiliki posisi dan ketinggian yang disesuaikan dengan kursi roda dan
penyandang disabilitas yang lain.
Ø
Parkir mobil dan
motor khusus perempuan.
Ø
Parkir mobil dan
motor berkebutuhan khusus untuk tamu dan pegawai.
Kesimpulan yang
dapat saya ambil dari tulisan ini adalah tujuan utama dari Pengarustamaan
Gender yaitu untuk memenuhi hak asasi manusia. Namun, sejujurnya ketidakadilan
ini sudah mendarah daging dalam masyarakat kita yang sangat kental dengan
patriarki. Saya sendiri sebagai penulis masih suka membedakan perempuan dan
laki-laki berdasarkan gender karena sudah terlalu biasa mendengar dari orang
tua dan lingkungan. Patriarki masih sekuat itu di negara kita.
Pesan saya,
sebagai perempuan.
Stop objectifying us, stop being sexist, stop
having this gender expectation to words women. Women have their own body
otonomy, we don’t exist to please you or to make you comfortable, and just like
men, we have broadspectrum of emotion.
Komentar
Posting Komentar